HANDPHONE HILANG (LAGI), AYAH MERIANG (LAGI)
MALANG nian nasib ayahku yang akan merayakan ulang tahunnya yang ketigapuluhlima tanggal 9 April nanti. Untuk kedua kalinya, handphone kesayangannya yang berdering Polyphonic itu dicopet lagi. Jika sebelumnya terjadi di Cikarang, kali ini di Metromini 604 Jurusan Tanah Abang-Pasar Minggu. Pagi ini, pukul 08.00 pagi, handphone ibuku berdering kencang. Dari ayah. Aku melihat raut wajah ibuku yang jika menerima telepon ayah selalu berseri-seri ibarat ABG menerima telepon sang Arjuna idolanya, seketika berubah dalam sepersekian detik.
"APAAA ?? Dicopet lagi ??", seru ibuku tanpa bisa menyembunyikan keheranannya. Beliau langsung menggeleng-gelengkan kepala dan menyesalkan betapa ayahku yang baru bercukur ala ABCD (Abri Bukan, Cepak Doang) tak kuasa menghindarkan diri dari kecopetan. Setelah menutup telepon, ibu langsung memelukku.
"Kasihaan banget ayahmu itu nak. Udah kecopetan handphone dua kali," kata ibu prihatin sambil mengelus rambutku perlahan.
Petang harinya, aku melihat ayahku pulang dengan langkah gontai. Beliau begitu lesu dan sangat terluka. Ibu menyambut ayah sambil mengangsurkan teh hangat untuknya. Ayah menggeleng dan langsung menghempaskan pantatnya di sofa ruang tamu kami.
Beliau menghela nafas panjang lalu menatap langit-langit rumah dengan tatapan hampa. "Bagaimana sih sampai bisa dicopet ?", tanya ibu hati-hati. Beliau tahu, dalam situasi tegang dan sensitif seperti ini, ayah sewaktu-waktu bisa melampiaskan kekesalannya. Aku langsung duduk diatas pangkuan beliau.
"Biasanya, setelah belajar dari peristiwa copet yang dulu, handphone selalu saya simpan didalam tas kerja. Nah, tadi pagi, waktu mau naik metromini, Pak Peter (Boss ayah) telepon dan setelah selesai, lupa memasukkan kembali ke tas. Justru menyimpannya di dompet handphone pada bagian pinggang. Waktu mau turun, mendadak ada sekitar 4 orang yang menempel dipintu metromini. Mereka mendesak-desak ikut turun. Baru sadar, setelah menyeberang dijembatan penyeberangan depan Dept.Perindustrian Jl.Gatot Subroto, handphoneku sudah dicopet," tutur ayah lirih.
"Ya, sudahlah. Pake dulu lagi handphone inventaris kantor Siemens S-35 itu," kata ibu menghibur. Aku langsung membayangkan betapa ayah akan kena protes lagi sama pengamen jalanan karena dering handphone Monophonicnya dengan lagu "Dangdut is the Music of my country" berbunyi lebih nyaring dari alunan gitar sang pengamen. Ayah mengangguk lesu. Ibu angkat bahu.
"Sekarang mandi aja dulu supaya lebih segar," ujar ibuku sambil menyerahkan handuk.
Ayah menggeleng. Masih lesu.
"Kenapa ?", tanya ibu heran sambil meraba kening ayah.
Aku menatap cemas, wah..jangan-jangan..
"Yaa..ampun, Rizky. Ayahmu meriang. Tolong kamu ambilin minyak tawon dulu, kayaknya ayahmu mesti dikerik nih!," kata ibu kaget sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Waduh, koq bisa ya kejadian yang sama terulang kembali : Handphone hilang, Ayah meriang.