MEMBURU KERAMIK CIAMIK
"RIZKY, siapkan kacamatamu, hari ini kita berburu keramik," titah ayahku, Sabtu pagi yang cerah, 26 February 2005. Setelah Nota Kesepahaman melalui musyawarah telunjuk antara kami disepakati semalam, maka hari ini, aku dan ayah akan berburu keramik ciamik berwarna biru. Beberapa waktu sebelumnya, ayah telah memanggil Om Parno untuk membicarakan soal pengerjaan penggantian keramik dirumah kami dan rencananya akan dimulai Hari Rabu minggu depan. Ibu telah mempersiapkan segala sesuatunya di ransel kuningku. Air Mineral, baju ganti, topi dan kamera digital ayahku untuk memotret keramik yang sesuai kemudian gambarnya nanti ditunjukkan kepada ibu dan jika cocok maka dapat segera dibeli.
Ibu memang tidak bisa ikut memilih keramik karena Alya lagi rewel dan juga cuaca relatif panas untuk membawa bayi berkulit putih mulus seperti Alya keluar rumah. Beliau menunggu saja dirumah.
"OK. Sudah siap jagoan ?," tanya ayah kepadaku.
Aku mengangguk.
"Eiitss..tunggu dulu. Pakai dong kacamata hitamnya Rizky. Supaya keren kayak babenya gitu lho," kata ayahku sambil memakaikan kacamata hitam kebanggaanku.
Ibu geleng-geleng kepala melihat aksi ayah-anak ibarat selebriti masuk kampung itu. Aku lalu mencium tangan ibuku untuk berpamitan.
"Hati-hati di jalan ya nak," kata ibuku sambil mengusap rambutku dan memakaikan topi merah bersimbol namaku di atas kepala. Hari Sabtu seperti ini angkot 99-B selalu penuh. Kemungkinan karena banyak penghuni perumahan Cikarang Baru yang ingin melewatkan waktu libur bersama keluarga diluar rumah.
"Kita naik ojek yuk," ajak ayahku sambil memanggil tukang ojek. Ibu yang mengantarkan kami sampai di gerbang pagar rumah tampak cemas. Aku dan ayah akhirnya naik menumpang ojek, memburu keramik impian melewati jalan pintas di pesisir jalan Kalimalang dibelakang rumah kami. Pantatku sedikit sakit karena harus melewati jalan darurat yang berbatu dan bergelombang.
Kami turun di Jalan Raya Cikarang-Cibarusah dimana terdapat banyak toko penjual keramik. Sayang sekali, keramik berwarna biru dengan kualitas paling bagus (KW-1) jarang terdapat dipasaran. Kalaupun ada dengan kwalitas dibawahnya (KW-3 dan KW-2). Kami sudah mengunjungi 3 toko dan tak satupun yang memenuhi harapan. Peluh mulai mengucur di kening ayah dan bajuku. Siang itu sungguh sangat membakar tubuh.
"Udah deh Rizky, kita pulang aja yuk," kata ayah putus asa. Beliau sudah berjalan menggendongku kurang lebih satu kilometer jauhnya. Aku langsung menggeleng tak setuju dan menunjuk ke arah Plaza JB yang sudah kelihatan atapnya.
Ayah angkat bahu. "OK, kita ke Plaza-JB naik ojek aja dari sini. Ayah udah capek banget nih lagian kamu maunya digendong melulu sih," kata ayahku dengan raut wajah memprihatinkan.
Akhirnya kami pun mengendarai ojek ke Plaza-JB sebagai salah satu sarana hiburan diwaktu libur bersama ayah. Seperti biasa, ritual ke plaza kebanggaan perumahan Cikarang Baru tersebut tidak lain adalah main mobil-mobilan setelah sebelumnya mampir di food-court Solaria makan nasi goreng dan minum.
Upaya pencarian keramik ciamik dilanjutkan ke hari berikutnya. Sebagai kenang-kenangan bonus tahunan ayah, ibu bermaksud membeli lukisan kaligrafi di Hypermall GIANT Bekasi Barat. Maka di Minggu yang cerah pada penghujung bulan February, sambil menumpang taxi Blue-Bird dari rumah, Aku, Ibu,Ayah, Dik Alya dan Mbak Ida Dora, mampir dulu sebentar di toko "Keramik '99" dekat jalan keluar tol Cikarang Barat. Disana relatif banyak pilihan warna keramik. Namun betapa kecewanya ayah & ibu saat mengetahui keramik biru incaran mereka tidak memiliki stock di toko tersebut.
"Jadi bagaimana nih ?. Mau ngambil warna apa dong. Cepat dikit, soalnya taksinya nunggu dan kasihan si Alya ", tanya ayah bingung. Ibu menggigit bibir.
"Ya, udah pake yang warna putih bercorak hijau aja deh. Cocok dengan warna cat dinding ruang tamu kita. Selain itu warna putih memberi kesan lebih lapang. Bagaimana ?," sahut ibu sambil menunjuk keramik pilihannya. Ayah manggut-manggut setuju.
"OK. Bungkus. 37 kardus plus keramik kamar mandi warna biru 4 kardus. Tolong diantar kerumah besok pagi aja," tegas ayah cepat. Ibu lalu menyelesaikan pembayaran pembelian keramik tersebut di kasir. Setelah selesai, kamipun beranjak pergi ke Hypermall Bekasi. Sesampai disana, kami langsung menuju counter lukisan kaligrafi. Ibu yang paling betah menawar membuatku kesal dan tak sabar. Aku ingin segera main mobil-mobilan atau kereta-keretaan. Untung, dalam waktu tidak terlalu lama, akhirnya, ayah dan ibu mengambil satu buah lukisan kaligrafi bergambar ayat Kursi berbingkai cantik. Kami tidak terlalu lama disana dan kembali ke rumah menjelang petang dengan menumpang taxi.