MBAK IDA DORA YANG HYPERAKTIF ATRAKTIF, TANGKAS TRENGGINAS DAN GESIT MELEJIT
MBAK Ida Dora sudah bergabung dengan keluarga heboh kami kurang lebih 3 minggu. Ternyata pembantu kami yang kecil mungil ipel-ipel (istilah ibuku untuk "imut) tidak kalah hebohnya. Dia ternyata tangkas trengginas mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga bahkan cenderung hyperaktif. Pokoknya nyaris tak pernah ada gelas atau piring kotor tergeletak sia-sia di atas meja makan kami, semua langsung segera dicuci oleh Mbak Ida Dora. Terkadang ayah yang baru saja setengah meminum kopinya sudah disambar gelasnya oleh Mbak Ida Dora untuk dicuci.
"Idaaaa...kopiku belum habis koq sudah dicuci sih ?," kata ayahku kesal.
"Lho iki, arep ente' Pak (Ini mau habis Pak)," sahutnya dengan pandangan lugu.
"Justru itu Ida, ampas kopi terakhir itu yang paling enak. Jadi jangan dicuci dulu sebelum licin tandas !," tegas ayahku.
"Enggih paak," jawab Mbak Ida Dora santun dengan bahasa jawa kromo-inggilnya.
Setiap hari, saking atraktif-hyperaktifnya, Mbak Ida Dora sudah bangun pada pukul 4 pagi, membereskan rumah dan menyiapkan pakaian yang akan dicuci nanti. Ibu sampai geleng-geleng kepala menyaksikan betapa rajin staff ahlinya itu. Sayang sekali Mbak Ida Dora sejak kecil nggak bisa makan Ikan, Telur,Ayam dan Daging."Lha piye kamu iki Ida, koq malah yang enak-enak jadi pantangan sih. Lantas kamu makan apa doong ?", tanya ibuku heran.
"Nggih bu, memang sejak kecil sudah nggak doyan. Keluarga kami cuma makan tempe dan tahu saja,", jawab Mbak Ida Dora tersipu-sipu.
"Owalaaah...Ida..Ida..jadi menu kamu tiap hari mesti pake Tempe atau Tahu ya ?", kata Ibu yang kembali menggeleng-gelengkan kepalanya karena kebingungan bagaimana mesti memodifikasi menu harian keluarga kami dengan sajian tempe tahu setiap hari, special untuk Mbak Ida Dora.
Maka demikianlah, setiap hari pasti ada saja menu tahu dan tempe di meja makan kami. Kalau bukan tahu atau tempe goreng bisa jadi tahu bacem atau tempe semur. Ayah yang sejak dulu mengkhawatirkan kadar kolesterol di perut buncitnya pun mulai terbiasa menyesuaikan menu harian keluarga yang dibuat ibu dalam rangka meng-akomodir selera Mbak Ida Dora. Memang beginilah seharusnya menerapkan prinsip demokrasi dirumah kami.