SEPEDA BARU BERWARNA BIRU
HARI Minggu siang, 20 Maret 2005, aku terbangun dari tidur siang yang lelap. Dalam kondisi setengah mengantuk, aku meraba-raba disampingku mencari ayah yang tadi mengeloniku sebelum tidur. Tidak ada !. Aku panik lantas berteriak sekencang-kencangnya. Memanggil ayah. Adik Alya yang sedang pulas tidur jadi terbangun dan menangis sejadi-jadinya. Ibu datang tergopoh-gopoh. Beliau langsung menggendong Alya sekaligus menenangkanku yang mengamuk ala banteng melawan matador.
"Tunggu dulu nak. Ayahmu lagi beli sepeda baru untuk kamu. Sebentar lagi datang koq," kata ibu pelan.
"Sepeda ?," tanyaku penasaran.
"Ya..sepeda. Soalnya sepeda yang lama kan' sudah tidak layak lagi. Warnanya kusam dan sudah rusak. Lagipula sudah tidak cocok untuk usiamu sekarang," kata ibu menjelaskan.
Aku terdiam. Benar juga. Sepedaku yang lama, benar-benar sudah tidak layak pakai. Dengan usia menjelang 3 tahun seperti sekarang, aku nampaknya lebih cocok memakai sepeda roda tiga.
Tidak berapa lama kemudian terdengar derum suara ojek didepan rumah. Aku berlari menuju ke depan pagar rumah kami. Disana, dengan peluh mengucur di sekujur tubuh, ayah datang sambil "menggendong" sepeda baru berwarna biru. Aku melonjak kegirangan. Setelah membayar ojek, ayah mengajakku mencoba sepeda baru. Tapi sayang sadelnya masih terlalu tinggi. Ayah lalu menurunkan sadel sepeda baruku itu lebih rendah. Sambil menirukan bunyi motor aku mengayuh sepeda baruku dengan riang gembira.