BETAPA KINCLONG RUMAH KAMI
SEJAK Hari Rabu, 2 Maret 2005, dua orang tukang spesialis pasang keramik anak buah Om Parno yang kebetulan adalah Ayah-Anak yaitu Pak Warto dan Mas Eko asal dari Magelang, bahu membahu mengerjakan proyek prestisius: penggantian keramik rumah kami. Mereka mulai bekerja pukul 08.00 pagi sampai 18.00 sore. Kadang-kadang lembur hingga Pkl.20.00 malam. Pada 2 hari pertama, mereka mengerjakan ruang tamu dan ruang kamarku dahulu. Ayah, Ibu, dan Mbak Ida Dora, ikut-ikutan sibuk memindahkan barang-barang berupa lemari dan tempat tidur. Sejauh ini, tempat tidur utama belum diganggu-gugat dulu jadi aku dan Alya masih bisa tidur dengan lelap diperaduan kami yang dilengkapi AC itu. Pekerjaan penggantian keramik tidak semudah yang aku bayangkan. Pak Warto dan Mas Eko harus membongkar lebih dulu keramik lama hingga ke "akar-akarnya". Pondasi dasar keramik yang cukup kuat dibongkar itu tak urung membuat kedua tukang andalan itu ngos-ngosan.
"Uuuuaaloot tenaaan' !(Keras amat !) ," gerutu Pak Warto sambil menyeka keringat dikeningnya. Ibu datang menyapa mereka menunjukkan simpati seraya menyodorkan dua gelas sirup es jeruk serta kue gorengan.
"Istirahat dulu Pak, diminum sirupnya sekalian makan gorengannya. Supaya tambah tenaga," kata ibu menawarkan.
"Wah, Matur Nuwun bu. Tapi tanggung. Nanti aja deh.Tinggal sedikit lagi koq," sahut Pak Warto yang kemudian melanjutkan kegiatan mbongkar bumi-nya.
Aku yang duduk menyaksikan mereka cukup takjub melihat Pak Warto dan Mas Eko berbadan kurus kering kerontang menantang itu, memiliki tenaga yang luar biasa mengerjakan kegiatan yang menuntut stamina fisik yang prima.
"Opo Rizky lihat-lihat, Mau bantu ?," goda Mas Eko kepadaku sambil mencolek daguku.
Aku tertawa seraya mengambil sebuah batu kecil bongkaran semen lalu melempar ke Mas Eko.
"Eitts..Rizky jangan lempar-lempar doong," seru Mas Eko berkelit.
"RIZKYYY!, Jangan Nakal !", hardik ibuku tegas sambil menjewer kupingku kemudian menggiringku menjauh dari aktifitas pekerjaan tukang kami.
Aku lantas diisolir ditempat yang cukup "aman" dari keusilanku dan larut dalam kesibukan melukis "apa-adanya" diatas kertas gambar yang disediakan ibu. Hari Sabtu pagi,5 Maret 2005, saat bangun tidur, aku terkesima menyaksikan perubahan yang begitu signifikan di ruang tamu kami. Wow, begitu kinclong rumahku!. Hamparan keramik baru berwarna putih dengan corak garis kehijauan begitu berkilau diterpa sinar mentari pagi yang berwarna keemasan. Semalam, aku memang tidur lebih cepat karena keasyikan bermain dan tidak melihat saat keramik ruang tamu dipasang.
Aku begitu excited!.Dan berteriak senang.
"Eh, Boss kecil sudah bangun," sapa ayahku yang sedang membaca koran pagi ditemani kopi panasnya. "Jangan senang dulu kamu, karena kamar utama akan dibongkar hari ini. Rizky dan ayah tidur dengan "kasur gusuran" diruang tamu sementara ibu dan Alya tidur dikamar yang satu lagi".
Aku menggeleng tak setuju. Terbayang dalam benakku bakal tidur tanpa kesejukan hembusan AC dikamar dan diganti dengan baling-baling kipas besar diruang tamu.
"Tapi kan' hanya sementara karena Hari Senin sudah bisa dipakai lagi dengan keramik baru,"kata ayah menghibur sambil menggendongku ke pangkuannya.
"Sekarang Rizky cuci muka dulu, minum susu, gosok gigi, lalu bantu ayah pindah-pindahin barang dari Kamar Utama kedepan," kata ibu yang muncul dari arah belakang. Ayah kemudian menggendongku ke kamar mandi untuk membasuh muka. Didepan pintu kamar mandi, Aku melirik lantai keramik kami lagi, "Kinclong booo !"