Hari ini mungkin adalah hari ter-sial dalam hidup Ayah. Handphone kesayangannya,
Siemens M-55, hilang digondol maling. Yang tambah bikin ayahku makin dongkol, ternyata handphone tersebut masih dicicil
kurang 2 bulan lagi melalui fasilitas promosi
"Smart Spending" kartu kredit BNI-nya serta didalamnya terdapat sejumlah No.telepon penting rekan-rekan ayah yang belum sempat tercatat. Ceritanya, hari ini kami sekeluarga berencana akan jalan-jalan ke Plaza-JB didekat rumah. Ini kebiasaan kami sekeluarga setiap hari libur, terutama melampiaskan rasa kangenku main mobil-mobilan. Seperti biasa, ayah membawa handphonenya didalam dompet pinggang kecil. Ibu memang senantiasa mengingatkan ayah agar lebih berhati-hati membawa handphone, apalagi yang mahal. " Tenaaang aja, mana ada maling berani sama badan sekekar gini," kata ayah santai. "Jangan takabur, lho.Kalau hilang baru tahu rasa", sahut ibu mencibir.
Aku dan Ayah berpose di Time Zone seminggu setelah handphone hilang
Ayah diam saja lalu menggendongku sambil menunggu angkutan umum K-99 B yang tepat melewati rumah kami. Kebetulan ada kenalan teman belanja ibu di pasar,jadi kami duduk berseberangan dengan ibu yang kemudian asyik ngobrol dengan koleganya itu. Ayah tetap menggendongku sambil sesekali mengajakku bercanda. Kurang lebih 5 menit kemudian, seorang lelaki yang membawa tas besar naik di angkot kami dan duduk tepat disebelah kanan ayah. Lelaki tersebut menaruh tas besar itu dipangkuannya. Mobilpun kemudian melanjutkan perjalanannya hingga kemudian berhenti di Plasa-JB menurunkan penumpang. Kami semua turun termasuk lelaki yang duduk disebelah kanan ayah. Ia terkesan begitu tergesa-gesa lalu memanggil ojek yang mangkal disekitar situ kemudian pergi. Ayah tidak begitu memperhatikan karena membayar ongkos angkot. Ketika masuk area Plasa-JB, ayah terpikir untuk menelepon seseorang. Saat meraba dompet handphone dipinggangnya, beliau baru sadar handphone-nya telah dicuri. Raut muka ayah seketika memerah antara kesal, sedih, dongkol dan marah. Ibu memperhatikan kecemasan dimata ayah.
" Ada apa ?", tanya ibu.
"Handphoneku hilang. Dicuri...", jawab ayah setengah berbisik.
Ibu terbelalak kaget.
Dan sesudahnya kepanikan melanda kedua orang tuaku. Ayah mencoba mengejar orang bertas besar tadi yang dicurigai mengambil handphonenya, dan ibu mencoba menghubungi nomor ayahku di wartel terdekat. Tapi usaha keduanya tidak membuahkan hasil. Tak seorangpun tukang ojek tahu kemana arah sang pencuri pergi dan ibuku tak berhasil menghubungi nomor handphone ayah karena handphonenya dimatikan. Terlihat ayah berjalan kearah aku dan ibu dengan langkah gontai.
Wajahnya terlihat sangat sedih dan terpukul.
"Kita pulang aja yuk," kata ayah miris.
Ibu mengangguk. "Tapi blokir dulu nomor handphonenya.."saran ibu.
Ayah segera menuju ke wartel dan menghubungi customer care
Pro-XL untuk memblokir nomor handphonenya.
Aku tak berani protes karena program main mobil-mobilanku dihari minggu itu dibatalkan. Kami pulang kembali kerumah dan sepanjang perjalanan pulang, tak secercah pun keceriaan dimata ayah.
"Katanya punya badan kekar, tuuh..maling berani aja nyolong," kata ibu mencoba berseloroh mencairkan suasana kaku. Ayah cuma melengos. Beliau terlihat masih kesal atas hilangnya handphone andalannya.
Malam harinya, badan ayah panas demam. Keciaaan deh ayahku, handphone hilang..badan meriang..