TIDUR DENGAN AYAH DI KASUR "GUSURAN"
SEJAK Alya lahir, ibu dan adik Alya sudah dialokasikan tidur di tempat tidur utama yang ber-spring bed baru plus fasilitas AC. Kasur Spring Bed lama dipindahkan ke kamar yang lain, yang konon bakal menjadi kamarku kelak plus fasilitas kipas angin. Sewaktu Bapu dan Oma datang dari Makassar, merekalah yang menempati sementara kamar berkasur gusuran itu. Dan sejak mereka pulang, maka: "Mulai sekarang Rizky tidur bareng sama ayah ya disini," kata ibu. Aku mencoba protes namun ayah buru-buru mengoreksi pernyataan ibu,"Kalau siang kamu boleh tidur di kamar utama bersama ibu dan kan' adik Alya tidur di Box bayinya. Tapi kalau malam, tidur disini bareng ayah". Ibu manggut-manggut setuju sambil mengelus rambutku. Aku segera membayangkan gonjang-ganjingnya kasur "gusuran" itu jika badan ayah yang montok-bahenol itu direbahkan. Busyeet..kayak gempa bumi lokal deh !. Ibu tampak tersenyum, tampaknya beliau bisa membaca apa yang terlintas difikiranku. Ayah mendelik curiga. "Apaan nih, ngeledek aku ya..justru kalian mesti bersyukur ayah punya badan sekekar ini, bisa nakutin maling !". Ibu langsung tertawa terbahak-bahak,"Teoorrriiii...buktinya Handphone bisa kena copet!",sahut ibu meledek. Pipi ayah langsung memerah. Malu. "Yaa...lain dong antara maling sama copet. Waktu itu kan' saya nggak sadar kalau Handphone udah diambil," ayah mencoba berkilah. Ibu makin keras tertawanya. Ayah makin tengsin. "Udah..udah..cepetan ganti sprei baru dulu nih kasurnya. Rizky, cepat bantuin ayah benerin tempat tidur kita", kata ayah berkelit lalu dengan sigap memasang sprei baru di kasur "gusuran" itu.
Maka demikianlah, malam ini aku tidur bersama ayah dikamar itu. Untung saja ada fasilitas hiburan berupa komputer yang monitornya sudah dikonvert menjadi pesawat TV 14" ditambah alat TV-Tuner yang dibeli ayah di Ratu Plaza minggu lalu. Jadi meski tanpa AC, aku bisa menikmati hiburan sambil menonton TV atau VCD bahkan bermain game melalui komputer bersama ayah. Pada awal-awal pertama tidur bersama ayah, aku sedikit agak terganggu dengan suara dengkurnya yang keras dan berisik. Tapi lama-lama makin terbiasa, bahkan sudah kuanggap sebagai lagu "nina-bobo" yang melenakan. Namun tidur ayah bukannya berarti bebas dari usikan dariku. Tengah malam beliau terpaksa bangun mengganti celanaku yang basah sehabis ngompol atau kadang-kadang merubah letak tidurnya mengikuti letak tidurku yang tidak tentu arah posisinya. Ayah juga harus senantiasa siap "on-call" jika ibu memanggil butuh bantuannya mengurusi Alya yang rewel ditengah malam. Beginilah romantika yang indah keluarga kami.