MANG AKIM, SELAMAT JALAN...
Minggu, 24 Oktober 2004 (10 Ramadhan 1425 H) adalah hari kelabu buat kami. Tukang ojek langganan kami, Mang Akim, tewas secara mengenaskan karena tertabrak truk di Jalan Terusan Kalimalang, Tegaldanau Cikarang Pkl.10.00 pagi saat bermaksud memperbaiki motornya di bengkel. Ayah dan ibu begitu terpukul mendengar berita ini dari tukang ojek yang biasa mangkal didekat rumah kami.
Mang Akim, pria separo baya bertahi lalat di pipi, berusia kurang lebih 55 tahun yang sering mengenakan jaket kain kumal warna coklat dan mengendarai motor
Honda Legenda sehari sebelumnya sempat mengantar aku dan ibu jalan-jalan ke Pasimal.
Tolong Wartawan jangan dekat-dekat!, Saya nggak mau Privacy saya terganggu ! Kalau tidak, saya keluarin pistol lho..hehehehe..
Ibu sering memanggilnya
"Pak Tua" karena usianya yang jauh diatas tukang-tukang ojek yang sering mangkal lainnya di dekat rumah. Yang paling aku ingat dari Mang Akim adalah, beliau sering mengajakku bercanda dengan celoteh khas sunda seraya mencubit pipiku. Beliau merupakan tukang ojek favorit kami, karena jika mengendarai motor tidak pernah kencang dan sangat berhati-hati. Aku selalu duduk tepat dibelakang beliau jika dibonceng dan langsung memeluk pinggangnya jika motor mulai melaju. Kadang-kadang aku sampai tertidur di belakang punggung beliau. Ayah paling sering menggunakan jasa Mang Akim bila membayar PAM di Wisma Jababeka pada Hari Sabtu. Beliau akan setia menunggu kami hingga transaksi selesai dan membawa kami kembali pulang kerumah. Beliau selalu
nrimo ongkos ojek yang diberikan, tanpa pernah protes apakah ongkos itu kurang atau tidak.
Malam sebelum beliau meninggal, aku dan ayah sempat bermain bersama beliau di warung dekat rumah. Malam itu Mang Akim memang tidak seceria seperti biasanya. "Rizky, salaman tuh sama Mang Akim," kata ayah. Aku mengangsurkan tangan untuk bersalaman dengan beliau. Mang Akim tersenyum lalu mengelus kepalaku pelan. "Jangan nakal ya Rizky," katanya lembut. Aku tak menyangka peristiwa itu adalah kali terakhir kami bertemu beliau. Aku melihat ayah dan ibu tercenung di ruang keluarga, seolah tak percaya kematian orang sebaik Mang Akim yang begitu tragis. Sejak saat ini, tidak ada lagi tukang ojek favorit kami. Selamat Jalan, Mang Akim. Semoga arwah beliau diterima di sisiNya dalam bulan penuh rahmat ini.