Sejak ibu divonis hamil oleh Dokter, kualitas dan kuantitas ASI (air susu ibu) beliau semakin menurun. Meskipun begitu aku tetap
nyosor terus. Habis enak sih..hehehe. Ibu cukup cemas dengan keadaan ini karena sejak aku lahir sampai sekarang minumnya ASI terus dan tidak mau susu botol/kaleng. Entah sudah berapa kali dan berbagai jenis merk susu ibu dan ayah coba berikan kepadaku, namun aku tetap menolak. Pokoknya ASI ya..tetap ASI. Memang menurut anjuran dokter ASI lebih baik diberikan hingga usiaku 2 tahun, namun dengan kuantitas ASI yang makin menurun, ibu dan ayah tampaknya mempertimbangkan untuk memberikan langkah drastis agar aku mau minum susu botol/kaleng. Ibu dan ayah sempat bertanya-tanya kepada sanak keluarga yang lebih tua bagaimana kiat mengalihkan perhatianku dari ASI ke susu botol. Cara pertama adalah ketika tengah malam aku meminta ASI, ibu tidak memberikan dan memaksaku meminum Susu Botol. Aku langsung mengamuk dan menangis keras, apalagi saat itu aku sungguh sangat lapar. Ayah dan ibu tidak tega. Akhirnya diberikanlah ASI lagi kepadaku. Bu De Surat di Tanjung Priok menganjurkan payudara ibu diolesi obat merah/Bethadine supaya terlihat berdarah-darah sehingga aku jadi nggak doyan minum susu. Ibu mempraktekkan saran tersebut. Pertama kali aku melihat 'sumber susu' itu dilumuri obat merah aku sempat kaget dan jijik. Aku menangis sekencang-kencangnya. Ibu mencoba tidak peduli dan mengangsurkan susu botol kepadaku. Aku menolak dan membuang susu botol yang sudah dibuat itu ke lantai. Ibu marah dan mencubitku. Aku menangis kembali. Perutku benar-benar tidak bisa dikompromi, aku benar-benar lapar saat ini. Ibu memang senantiasa memberikan makanan pendamping ASI seperti bubur sum-sum atau biscuit bayi, tapi aku tetap tidak doyan. Pokoknya sekali ASI tetap ASI!.Pada akhirnya, ibu menyerah. Beliau membasuh bekas-bekas obat merah/Bethadine di payudaranya dan mengangsurkan ASI kepadaku.
Horeeee..sekarang Rizky sudah minum susu botolan..tidak minum ASI lagi...!!!
Suatu hari Om Sukar (kakak ibu yang juga tinggal di Cikarang) datang berkunjung dan menyarankan ibu mengunjungi dukun bayi di dekat rumahnya yang konon punya kemampuan bisa mengalihkan dari minum ASI ke minum susu botol. Akhirnya pergilah kami kesana sambil membawa sekaleng susu yang akan dimantera-manterai oleh si Dukun Bayi itu. Om Sukar mendampingi kami menemui dukun bayi tersebut. Dan ritual pun dimulai. Dukun bayi yang sudah berumur sekitar 60-65 tahun meminum air dan menyemprotkan ke payudara ibu dan wajahku. Puihh, baunya !. Aku menyeka air tersebut dengan tanganku lalu memeluk ibu dengan ketakutan. Wajah si dukun bayi bagai menjelma menjadi nenek sihir dihadapanku. Ayah menepuk-nepuk pundakku mencoba menenangkan, namun wajahnya terlihat tegang. Tak berapa lama kemudian, si dukun bayi mengangsurkan segelas teh manis hangat yang sudah diberi "bacaan" khusus kearahku untuk diminum. Aku tidak mau. Ibu dan ayah lalu membantu si dukun bayi tersebut meminumkan dengan paksa air teh tersebut. Aku jadi gelagapan. Tahap berikutnya, si dukun bayi mengoleskan ramuan dedaunan (aku nggak tahu itu daun apa) ke payudara ibu.
"Biarkan ramuan ini melekat semalaman, Bu", kata si dukun bayi. "Kalau anak ini minta susu ibu, jangan sekali-kali diberikan. Langsung buatkan susu botol dan berikan kepadanya.Ibu dan Bapak harus berani tega. Kalau tidak begitu, anak ini bakal tidak mau minum susu kaleng. Mungkin ini hanya akan berlangsung satu sampai dua hari, saya jamin setelah itu, anak bapak sudah mau minum susu botol".
Ayah dan ibu manggut-manggut mendengar penjelasan si dukun bayi. Aku merasa ada kiamat kecil bakal berlangsung nanti.
Sebelum pulang ke rumah, si dukun bayi memberikan susu kaleng yang telah "berisi" mantera kepada ibu. "Pokoknya ibu harus berani tega", tegas si dukun itu. Ibu mengangguk. Aku memperketat pelukanku di gendongan ayah. Aku ingin cepat-cepat pulang dan menjauh dari pandangan si nenek sihir itu.
Malam itu, menjadi malam yang panjang bagiku dan juga bagi ayah dan ibuku. Semalam suntuk mereka tidak tidur mendengar tangisanku meminta ASI. Ayah sudah membuat susu botol 3 kali dan semuanya aku buang ke lantai. Pada susu botol yang keempat, aku menyerah. Aku mencicipi sedikit lalu kemudian tertidur di pelukan ibu karena kelelahan. Air mata ibuku menetes di keningku. Ayah mengelus rambut ibu mencoba menenangkan.
Benar saja, sesuai perkiraan dukun bayi, pada hari kedua ini, aku mulai menyukai susu botol. Ayah dan ibu sangat gembira menyaksikan perubahan ini. Dan sejak saat itu : ASI ?? No Way...!!.