WASERBA PAK HAJI MITRA
TIGA HARI silam, tetangga depan rumah kami, Pak Haji Mitra membuka waserba (warung serba ada) nya. Tentu saja, launching Waserba baru itu sungguh menggembirakan kami karena tidak perlu terlalu jauh berjalan keluar bila hendak membeli keperluan rumah tangga. Cukup buka pintu pagar rumah dan menyeberang kesebelah. Sungguh praktis. Ayah tentu saja paling senang, sebab jika isi tabung gas habis, beliau terpaksa menumpang ojek dan menggotong tabung gas kosong dan membeli yang baru ke warung terdekat. Sekarang tidak lagi. Tabung Gas dan Botol Galon Aqua bisa diantar langsung kerumah. Cepat dan Door to Door. Letak warungnya pun sungguh strategis karena berada di pinggir perempatan Jl.Antilop V dan Jl.Tarum Barat yang banyak dilalui kendaraan dan angkot K-99B. Tidak hanya itu, Pak Haji Mitra dengan biaya sendiri, membuatkan pangkalan ojek khusus didepan warungnya secara semi permanen. Kamipun tidak terlalu jauh lagi memanggil ojek jika memerlukannya.
Pak Haji Mitra sangat mengenali kedatanganku ke Waserbanya.
"Assalamu Alaikum Pak Haji," demikian sapaku lantang setiap kesana bersama ibu, ayah atau Mbak Ida Dora.
Mendengar sapaanku yang khas, Pak Haji Mitra akan datang ke arahku lalu mengusap rambutku.
"Mau beli apa Rizky ?" sahut beliau ramah.
Akupun lalu menunjuk apa yang kuinginkan. Bisa jadi Permen, Biskuit, Susu atau cemilan lainnya. Ayah dan ibu memang sedikit cemas, sebab dengan adanya warung tersebut, aku menjadi sangat konsumtif. Untung saja, Pak Haji dengan penuh pengertian bisa memberikan discount khusus buatku sebagai pelanggan setianya.
BILA DUA SOSOK BUNTELAN BER-TAEBO RIA
JUM'AT pagi yang cerah, 22 April 2005, setelah menidurkan adikku Alya, ibu lalu memutar VCD Fitness Andalannya : Gerak Taebo bersama Ibu Berty Tilarso dan Merriam Bellina. Ayahku yang kebetulan libur menyaksikan gerakan senam taebo ibuku sambil menggeleng-gelengkan kepala dengan takjub.
"Ck..ck..ck..sexy benneeer, buntelan satu ini," kata ayahku berseloroh.
Ibuku merengut kesal.
"Huss, Sesama buntelan, dilarang saling mengejek !," tukas ibu ketus dengan tidak meninggalkan gerakan Taekwondo-Boxing (Taebo). Sesekali tendangan dan pukulan ibu melayang menerpa angin. Nafasnya tersengal-sengal dan keringat mulai mengucur dari balik baju senamnya.
Seperti biasa, ayahku dengan kostum kebesarannya, yakni kulit item-legam plus buncit memprihatinkan, menampakkan antusiasnya pada senam tersebut. Beliau lalu mengajakku ikut bersenam ala taebo. Aku menggeleng. Ngeri aja sih, takut jika tiba-tiba kedua buntelan hidup yang kebetulan ayah dan ibuku sendiri, menjepitku tanpa disengaja. Kan' berabe boo'!.
Aku menonton saja dari jauh, sambil manggut-manggut sedikit mengikuti irama House-Music Taebo yang menghentak-hentak.
Ayahku pun ikut bergabung. Disamping ibu, beliau ikut menggerakkan-gerakkan tubuhnya dengan kaku. Ibu terkikik geli karena gerakan ayah yang salah bahkan kadang bertabrakan dengan gerakan ibu. Ayah membalas dengan sesekali menggoda dan mencubit pantat ibuku genit yang berakhir dengan buyarnya konsentrasi ibuku bersenam. Bila itu terjadi, tak ayal, mereka berdua berkejar-kejaran diruang keluarga kami yang lapang. Aku juga ikut tertawa menyaksikan kedua orangtua ku yang sehat dan montok itu begitu akrab ber-taebo-ria.
BAYI JUGA MANUSIA..
ADA pemandangan yang tidak biasa di Rumah Bersalin dan Klinik 24 Jam "KASIH-BUNDA" di Ruko Beruang tak jauh dari rumah kami. Hari Minggu,17 April 2005, saat aku diajak ibu menemani beliau berobat sakit radang tenggorokan di klinik kesayangan kami itu (ayah ditinggal dirumah bersama Adik Alya yang sedang tidur), nampak seorang bayi perempuan mungil berusia kurang lebih 3 bulan sedang digendong oleh seorang perawat. Semula ibu tidak terlalu memperhatikan, namun selesai berobat dan menunggu tebusan resep di apotik, tak urung naluri ingin tahu beliaupun muncul. Maka terlibatlah keduanya dalam percakapan seru.
Ibu : "Mbak, ini anak siapa ?"
Perawat : "Wah, ceritanya panjang, Bu.
Ibu : "Tolong ceritain dong.."
Perawat : "Anak ini lahir 3 bulan lalu disini. Setelah melahirkan, sang ibu yang masih muda, meminta bahwa anak tersebut ditinggal saja diklinik ini. Kalau kami menolak, katanya mending dia bawa dan buang saja di sungai."
Ibu : "Masya Allah !. Koq ibunya tega banget sih ?"
Perawat : "Makanya itu bu. Kami, para perawat dan juga pimpinan kami memutuskan merawat bayi malang ini ditempat kami. Sebisa mungkin dengan segala keterbatasan yang kami miliki."
Ibu menyeka air matanya yang tiba-tiba tumpah. Aku tak tahu apa yang berkecamuk dalam fikiran beliau saat ini. Ibu lalu memelukku erat-erat. Mungkin beliau tak habis fikir, mengapa ada seorang ibu yang tega menelantarkan anaknya sendiri. Meski itu merupakan hasil dari hubungan gelap, namun dengan mengutip sekaligus 'memelesetkan' judul lagunya Band Seurieus "Rocker Juga Manusia", bayi cantik dan bermata jernih itu juga manusia. Yang punya hak untuk hidup, disayangi dan dicintai. Betapa malang nasibnya, setelah 9 bulan berada dalam rahim hangat sang ibu namun ketika lahir, tanpa rasa bersalah sedikitpun, ia ditelantarkan bahkan ingin dibuang oleh ibunya sendiri. Aku sama sekali tidak menemukan alasan pembenaran yang rasional dari sang ibu yang tidak mengakui darah-dagingnya sendiri. Buah cinta tanpa dosa yang harus menghadapi pengalaman pertama kejamnya dunia, justru dari wanita yang telah melahirkannya!. Betapa mulia hati para perawat dan pengelola Klinik langganan kami yang dengan tulus serta ikhlas merawat dan mengasuh bayi cantik itu dengan "Kasih Bunda" sesungguhnya. Aku bersyukur dalam hati dilimpahi kasih sayang yang tak terkira dari ayah dan ibuku tercinta. Sesuatu yang sangat mahal dan berarti, sekaligus mungkin langka diperoleh dalam dunia yang semakin "gila" ini.
ULTAH AYAH KE-35 DAN MILAD KE-6 PERKAWINAN IBU & AYAH
HARI Sabtu dan Minggu, 9-10 April 2005, merupakan dua hari bersejarah dalam kehidupan keluarga kami. Yang pertama adalah Hari Ulang tahun ke-tigapuluh lima ayahku tercinta dan yang kedua merupakan peringatan milad ke-enam pernikahan ayah dan ibuku yang ketika itu diselenggarakan di Gedung Wayang Kekayon Yogyakarta tahun 1999. Meski masih diwarnai suasana dukacita karena kecurian handphone, ayah tampak ceria menyambut kedua hari bersejarah itu. Ayah berencana mengundang rekan-rekannya (sesama pekerja komuter yang berdomisili di Cikarang Baru dan sering ketemu di bis jurusan Cikarang-Blok M) untuk memeriahkan acara yang rencananya akan dilaksanakan Hari Sabtu sore. Namun apa daya, Jum'at sore, 8 April 2005, adikku Alya diserang sakit panas dan pilek. Ayah dan ibu segera membawa Alya kedokter. Meski sudah diberi obat, malam itu, Ayah dan Ibu bergantian melek menjaga Alya yang setiap 15 menit bangun dan menangis.
Akhirnya, dengan mempertimbangkan kondisi Adik Alya, ayah memutuskan acara pesta bersama kawan-kawan beliau batal. Ibu hanya membuat nasi kuning, mie dan ayam goreng sekedarnya. Pukul 04.30 sore, Bude Surat, Pakde Saman, Mbak Nia, Mas Dwi dan Om Dion datang kerumah. Aku berteriak senang karena rumah kami langsung meriah karena kedatangan mereka sekaligus menginap dirumah kami malam itu. Seusai Maghrib, ayah memimpin do'a syukuran didepan sebuah tumpeng kecil berkenaan dengan peringatan 2 hari bersejarah tersebut. Kami semua menyantap hidangan yang tersedia. Pukul 20.30 malam, ayah memesan Pizza ukuran besar di Papa Ron's Pizza-Cikarang sebagai tambahan hidangan istimewa untuk kami semua. Happy Birthday my Funky Dad !
HANDPHONE HILANG (LAGI), AYAH MERIANG (LAGI)
MALANG nian nasib ayahku yang akan merayakan ulang tahunnya yang ketigapuluhlima tanggal 9 April nanti. Untuk kedua kalinya, handphone kesayangannya yang berdering Polyphonic itu dicopet lagi. Jika sebelumnya terjadi di Cikarang, kali ini di Metromini 604 Jurusan Tanah Abang-Pasar Minggu. Pagi ini, pukul 08.00 pagi, handphone ibuku berdering kencang. Dari ayah. Aku melihat raut wajah ibuku yang jika menerima telepon ayah selalu berseri-seri ibarat ABG menerima telepon sang Arjuna idolanya, seketika berubah dalam sepersekian detik.
"APAAA ?? Dicopet lagi ??", seru ibuku tanpa bisa menyembunyikan keheranannya. Beliau langsung menggeleng-gelengkan kepala dan menyesalkan betapa ayahku yang baru bercukur ala ABCD (Abri Bukan, Cepak Doang) tak kuasa menghindarkan diri dari kecopetan. Setelah menutup telepon, ibu langsung memelukku.
"Kasihaan banget ayahmu itu nak. Udah kecopetan handphone dua kali," kata ibu prihatin sambil mengelus rambutku perlahan.
Petang harinya, aku melihat ayahku pulang dengan langkah gontai. Beliau begitu lesu dan sangat terluka. Ibu menyambut ayah sambil mengangsurkan teh hangat untuknya. Ayah menggeleng dan langsung menghempaskan pantatnya di sofa ruang tamu kami.
Beliau menghela nafas panjang lalu menatap langit-langit rumah dengan tatapan hampa. "Bagaimana sih sampai bisa dicopet ?", tanya ibu hati-hati. Beliau tahu, dalam situasi tegang dan sensitif seperti ini, ayah sewaktu-waktu bisa melampiaskan kekesalannya. Aku langsung duduk diatas pangkuan beliau.
"Biasanya, setelah belajar dari peristiwa copet yang dulu, handphone selalu saya simpan didalam tas kerja. Nah, tadi pagi, waktu mau naik metromini, Pak Peter (Boss ayah) telepon dan setelah selesai, lupa memasukkan kembali ke tas. Justru menyimpannya di dompet handphone pada bagian pinggang. Waktu mau turun, mendadak ada sekitar 4 orang yang menempel dipintu metromini. Mereka mendesak-desak ikut turun. Baru sadar, setelah menyeberang dijembatan penyeberangan depan Dept.Perindustrian Jl.Gatot Subroto, handphoneku sudah dicopet," tutur ayah lirih.
"Ya, sudahlah. Pake dulu lagi handphone inventaris kantor Siemens S-35 itu," kata ibu menghibur. Aku langsung membayangkan betapa ayah akan kena protes lagi sama pengamen jalanan karena dering handphone Monophonicnya dengan lagu "Dangdut is the Music of my country" berbunyi lebih nyaring dari alunan gitar sang pengamen. Ayah mengangguk lesu. Ibu angkat bahu.
"Sekarang mandi aja dulu supaya lebih segar," ujar ibuku sambil menyerahkan handuk.
Ayah menggeleng. Masih lesu.
"Kenapa ?", tanya ibu heran sambil meraba kening ayah.
Aku menatap cemas, wah..jangan-jangan..
"Yaa..ampun, Rizky. Ayahmu meriang. Tolong kamu ambilin minyak tawon dulu, kayaknya ayahmu mesti dikerik nih!," kata ibu kaget sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Waduh, koq bisa ya kejadian yang sama terulang kembali : Handphone hilang, Ayah meriang.