SHOLAT TARAWIH BERSAMA AYAH
PUASA 1426H tahun ini sangat berkesan bagiku. Jika tahun sebelumnya ayah tidak sholat Tarawih di Mesjid karena harus tetap siaga bila sewaktu-waktu ibuku melahirkan, maka untuk tahun ini ayah berkesempatan mengajakku sholat Isya dan Tarawih di Mushola belakang rumah kami.
Jarak Mushola dan rumah kami cukup dekat. Hanya kurang lebih 50 meter. Mushola yang berdekatan dengan lapangan bulutangkis tersebut dibangun dengan dana swadaya RT.02 plus bantuan sejumlah dermawan 4 tahun silam. Kalau siang atau sore, Mushola tersebut dimanfaatkan untuk sarana TPA (Taman Pengajian Al-Qur’an) oleh anak-anak. Berukuran hanya 5 x 5 meter persegi dengan tembok bata bercat putih agak kusam, Mushola Al-Ishlah nyaris penuh oleh Jama’ah Sholat Tarawih.
Khusus untuk jamaah wanita dipisahkan oleh tabir warna putih namun karena keterbatasan tempat, terpaksa agak mundur kebelakang dekat lapangan bulutangkis yang sudah dilengkapi atap terpal plastik. Aku sangat girang karena ternyata banyak ketemu kawan-kawan sebayaku yang seumur dan sedang asyik bermain-main disekitar Mushola. Mereka bersendau gurau begitu heboh. Ayah tetap mengawasiku dari jauh.
Ketika tiba waktu Sholat Isya, ayah menyuruhku berada di dekat tempat beliau. Kebetulan, sudah menjadi "kelakuan biasa" bagi ayah untuk sholat pake sarung. Katanya sih lebih adem dan "semriming" (istilah untuk "sejuk"). Berbeda jika sholat di rumah, ibu dengan sigap beraksi jika aku terlihat punya gelagat untuk meng-usili Sholat ayahku. Namun karena saat ini sedang banyak kawan-kawan sebayaku yang bermain dan berlari-lari serta main petak-umpet disekitar lapangan bulutangkis/Mushola dan ibu tinggal di rumah bersama adik Alya, penyakit isengku kumat lagi.
Ketika ayah dalam posisi berdiri, aku segera masuk ke balik sarungnya. Bersembunyi. Yaa..ampuun, seperti kuduga, ayahku hanya memakai Celana Dalam doang dibalik sarung!. Terlihat ayah berusaha memberiku isyarat dengan menggerak-gerakkan pahanya perlahan agar aku segara minggat dari "tempat persembunyian" teramanku. Aku terkekeh, mungkin ayahku mulai kegelian nih. Aku melongokkan kepala dari balik sarung lalu melihat ayah yang tampaknya setengah mati menaklukkan rasa gelinya. Beliau melotot tajam kearahku, tapi terlambat, dalam hitungan detik aku lalu menarik bulu kaki ayahku.
"AWWW," desis ayahku pelan saat 4-5 helai bulu kaki beliau, aku cabut dengan sadis.
Aku mengintip, dan terlihat ayahku begitu menderita seraya menatapku menyiratkan -rizky-stop-tidak-baik-menganggu-ayah sholat.
Aksi selanjutnya, aku lakukan kembali. Sejumput bulu kaki kembali aku tarik dan ayahku hanya ber-ah-oh saja menahan sakit.
Saat sholat usai sembari meringis, ayah menjewer telingaku dengan gemas.
"Jangan nakal ya kamu Rizky. Bulu kaki ayahmu ini ada jimatnya, tahu!. Jangan sembarangan dicabut!" ujar ayahku geram.
Maka demikianlah, keesokan harinya, demi stabilitas Mushola, ayah memutuskan untuk sholat Isya saja di Al-Ishlah dan sholat tarawihnya dilanjutkan di rumah.