BIAR BEKAS, YANG PENTING LUNAS!
IMPIANKU dan ibuku untuk memiliki sepeda motor akhirnya terwujud juga. Om Dion, adik ibuku, kebetulan ingin menjual motor Suzuki Shogun 2002 miliknya. Dan kebetulan lagi, sisa bonus saham ayah masih ada dan mencukupi untuk membeli sepeda motor ex Om Dion itu. Oleh karena motor yang dibeli itu atas nama ibuku, maka tentu saja, secara feodal-extrim, Om Dion menerima instruksi dari ibuku dimana tidak hanya negosiasi harga yang alot (juga "kejam") tapi juga permintaan perbaikan disana-sini.
Hari Sabtu sore, 6 Agustus 2005, Om Dion membawa motornya sekaligus bertransaksi dengan kami. Seminggu sebelumnya Om Dion sudah datang kerumah dan berdiskusi panjang dengan ayah dan ibu tentang sepeda motor yang akan dibeli. Om Dion yang memang pintar merawat motornya secara atraktif menguraikan sejumlah keunggulan motornya termasuk kekuatan motor tersebut menahan berat beban tubuh kedua orang tuaku yang nyaris 2 kwintal itu.
Ayah dan Ibu memperhatikan secara seksama sepeda motor Om Dion tersebut sebelum melakukan proses jual beli ala "atur aja bleh!". Ayah memeriksa seluruh body dan komponen sepeda motor Om Dion termasuk pula "test-drive" bersamaku melintasi sekitar jalan Antilop V, jalan Panda dan jalan Tarum Barat dekat rumah kami. Aku duduk (dan kadang berdiri) tepat didepan ayah yang mengemudikan motor.
"Bagaimana Oke nggak ?," tanya ibuku pada ayah setelah kami kembali dari 'test-drive'.
"Lumayan bagus. Tarikannya kuat, juga kokoh. Hanya klaksonnya aja yang rusak. Jadi kalo mau minta minggir, si Rizky mesti teriak dulu," sahut ayah berkomentar sambil mengelus rambutku.
"Soal klakson, nanti minta si penjual yang perbaiki. Rizky, bagaimana pendapatmu ?," tanya ibu kepadaku.
Aku tidak menjawab, hanya mengacungkan jempol, tanda "memuaskan".
Ayah terkekeh geli dan langsung menirukan bunyi iklan obat sakit kepala terkenal yang dilontarkan pelawak Doyok : " Good..Good..Good".
Om Dion tersenyum simpul dari balik pintu ruang tamu rumah kami. Jadi juga nih bisnis, mungkin begitu pikirnya.
Tak berapa lama kemudian transaksipun berlangsung lancar. Akhirnya motor bekas (tapi lunas lho) itupun berpindah kepemilikan. Aku langsung mengajak ayah ber-sepeda motor ria kembali dijalan. Ayah juga terlihat antusias mencoba motor tersebut.
BBRRRMM...BRRMM..., suara motor menderu. Ayah memacu motor dengan kecepatan tertinggi. Rambutku berkibar-kibar ditiup angin. Aku tertawa senang ketika kami berhasil melambung 2 motor lainnya. Ayah berbisik lirih ketelingaku,"Eiitss...Shogun dilawan!".