SEPEDA DINAS BARU IBUKU
Mohon maaf sebelumnya para pemerhati blog-nya Rizky, karena baru sekarang di-update lagi. Maklumlah, aku lagi agak-agak "Bad-Mood" nge-blog mungkin karena peralihan musim yang terjadi saat ini (he-he-he, apa hubungannya ya ?)
So, I'm back...!
******
TEPAT Tanggal 1 Juni 2005, pada suatu pagi yang cerah dan ketika embun masih basah melekat direrumputan di taman rumah kami, aku tertegun melihat pemandangan yang tidak biasa. Jam didinding masih menunjukkan Pkl.04.45 pagi dan ayahku, baru saja mandi untuk bersiap berangkat ke kantor. Aku berdiri mematung, terkesima didepan sebuah sepeda baru yang diparkir didepan rumah (juga warna biru, seperti sepedaku). Modelnya mirip sepeda onthel modern. Lebih ergonomis dibanding sepeda dinas belanja ibu bermerek "Ferrari" yang sudah berusia 6 tahun. Di bagian depan ada keranjang untuk menaruh belanjaan plus tempat boncengan yang representatif. Aku langsung membayangkan dibonceng ibu dan ayah dibelakang sambil berjalan-jalan mengelilingi kompleks perumahan kami.
Ayah memperhatikan keterkejutanku. Beliau lalu menepuk pundakku.
"Baru dibeli semalam lho untuk ganti sepeda dinas yang lama, untuk belanja ibumu ke pasar. Di Pasimal. Sampai ngos-ngosan deh ayah bawa sepeda itu dari sana ke rumah semalam," kata ayah bercerita kemudian menyeruput kopi cappuccino-nya.
Aku tidak menanggapi kisah ayahku dan kemudian mencoba-coba naik diboncengannya. Ayahku nyaris tersedak kopi yang ia minum, menyaksikan aksi dramatis mendadak yang aku lakukan. Dengan cepat, beliau langsung memegangi pinggangku dan membantu naik ke boncengan sepeda.
"Mau jalan-jalan dibonceng dengan sepeda ya ?," tebak ayahku.
Aku mengangguk antusias. Beliau tersenyum.
Tak lama kemudian, aku dan ayah jalan-jalan disekeliling rumah kami dengan memakai sepeda baru. Aku begitu gembira lalu berteriak girang.
"Pegangan yang kuat Rizky. Nanti jatuh," kata ayahku mengingatkan. Aku lalu memegang kuat-kuat pinggang ayahku. Ibu yang sedang menggendong Alya, memandangi kami berdua dengan cemas di depan gerbang rumah.
Namun terjadi sesuatu yang tak terduga. Mungkin karena memikul berat yang sungguh "memilukan" dari pantat serta tubuh bahenol ayahku, mendadak sadel sepedanya melorot turun.
"Eit...eit..ada aa..aapa..nih ?," ujar Ayahku panik sambil tetap konsentrasi mengendarai sepeda. Pantatnya bergeal-geol di sadel mencari keseimbangan. Aku jadi ikut gundah campur geli karena tiba-tiba tubuh ayahku melorot mengikuti sadel sepeda. Ibu yang menyaksikan kami dari jauh tertawa terpingkal-pingkal. Apalagi lihat gaya ayahku yang tinggi montok memutar pedal sepeda dengan tungkai kaki yang nyaris menyentuh perutnya.
"Wah, sadel sepedanya mesti ada "Over-Weight Warning" nih!. Bahaya kalau sadel melorot sampai begini.," kata ayahku kesal setelah membawa sepeda baru itu didekat ibu.
"Makanya diet dong supaya langsing," sahut ibuku yang masih belum lenyap tawanya.
Ayahku hanya mesam-mesem sambil mengelus-ngelus pantatnya yang perih dan dirasakan seperti "di-sodomi" sadel sepeda. Keciaaaaan deh, ayahku.. !