JOGED KOPLO DENGAN U'UT PERMATASARI
Selain bermain bola bersama ayah dihalaman rumah, ada hobby kami yang mirip: Joged!. 2 bulan silam ayah sempat salah beli VCD bajakan di tempat langganannya. Sampulnya VCD untuk lagu Joshua tapi isinya: Lagu Dangdut Koplo U'ut Permatasari. Ibu sudah menyuruh ayah untuk mengembalikan dan menukar VCD itu pada penjualnya. Namun ayah menolak. "Coba dulu deh, siapa tahu lagunya asyik buat berjoged," kata ayah beralasan, di hari minggu siang yang terik, 18 July 2004.Aku segera protes ketika ayah mengganti film Teletubbies di DVD Player kami. Ayah segera menggendongku dan berkata,"Ssst..dengar dulu tuh lagunya, baru kita joged". Aku tetap berteriak tidak terima. Ayah tidak peduli.
Ayah kemudian menurunkankan aku dari gendongan. Dan tiba-tiba menggemalah suara narator VCD tersebut diselingi latar belakang dangdut koplo (campuran dangdut dan house music)."Haii..dangdut mania,"kata sang narator genit,"Mari kita saksikan penampilan
Ratu Ngecor U'ut Permatasariiiiiii....". Jreeeenng!!. Aku tersentak kaget. Lalu mengalunlah lagu si puteri dari DVD-Player kami. Ayah segera menggoyang-goyangkan badan, perut dan pantatnya. Kepalanya manggut-manggut mengikuti irama lagu. "Ayo joged Rizky!", perintah ayahku. Aku terdiam sejenak memperhatikan gerakan ayahku. Suara U'ut Permatasari yang cempreng tapi seksi itu mengalun kencang. Aku kemudian spontan mengikuti gerakan joged ayahku yang terkesan lucu itu. Maka berjogedlah kami berdua sambil tertawa bersama. Dari dapur terlihat ibu geleng-geleng kepala melihat aksi konyol kami.
"Tuh, ada kuda nil lagi joged," seloroh ibuku.
"Biariiiiin yang penting asyiiiik", sahut ayah cuek. Kami berdua bergoyang mengikuti irama dangdut koplo yang makin lama makin memanas. Suara U'ut Permatasari memantul lantang di tembok ruang keluarga kami.
"Saya si Putri..si putri..sinden panggung..."
CREW CUT DI KIDDY'S CUT
Bercukur adalah hal yang paling tidak aku sukai. Setiap kibasan gunting cukur yang memotong rambutku senantiasa aku rasakan bagaikan getok palu memukul kepalaku. Pada saat yang sama aku harus diam terpaku (ini yang paling aku benci) tak boleh bergerak ke sana kemari untuk menghindari salah gunting. 3 bulan lalu, ayah dan ibu mengajakku cukur di Johny Andrean salon di Mal Lippo Cikarang. Ayah terpaksa harus menggendongku untuk mencegahku dari upaya "melarikan diri".
Dan hasilnya, dalam waktu satu jam, dengan sejumlah besar potongan rambut bertebaran di baju ayahku serta kehebohan luar biasa di salon itu, cukur rambutku selesai dengan hasil yang kurang memuaskan. Bagaimana tidak, selama cukur aku meronta-ronta dalam gendongan ayah plus tangisan yang melengking tinggi. Semua mata customer di salon itu memandang ke arahku. Aku tidak peduli, aksi unjuk rasaku harus jalan terus. Ayah dan ibu serta kapster salon berusaha membujukku tapi tetap tidak berhasil. Ayah sempat jengkel dan mencubit pahaku. Keringatnya bercucuran menahan aksi tendang, pukul, geliat yang aku lakukan selama dicukur. Sejak saat itu ayah dan ibuku tobat mencukur rambutku disalon, sampai kemudian ayah dapat referensi dari seorang kawannya untuk mencukur rambutku di tulang cukur khusus bayi dan anak-anak : Kiddy's Cut Plasa Semanggi (Plangi).
Aku Berpose bersama sepeda roda tiga kesayanganku
Maka demikianlah kemarin, kami menuju ke Plasa Semanggi dengan menumpang Patas AC 121 dari Perumahan Cikarang Baru. Sesampai di lantai-2 Plangi, kami langsung menuju lokasi Kiddy's Cut. Sejumlah mobil-mobilan/motor-motoran yang berfungsi sebagai tempat duduk untuk cukur terlihat berjejer rapi. Didepannya terdapat Televisi 14" yang menampilkan film Power Rangers atau Teletubbies. Aku segera bersorak gembira, seketika aku meminta turun dari gendongan ayah dan menuju ke salah satu mobil-mobilan yang ada disitu. Kami disambut oleh kapster yang ramah. Yah..lumayan cantik deh. Tapi aku nggak peduli pada paras si kapster yang cakep itu, yang penting aku segera naik di mobil-mobilan model F-1 dan memegangi setirnya seraya memutarnya kesana-kemari sambil mulutku menirukan suara mobil : "brrmm..brrmm..Tanpa kusadari betul si kapster sudah memasangi badanku dengan penutup/pelindung baju dan memulai aksinya mencukur. Aku sempat tersadar dan mengibaskan tangan namun mataku tetap tertumbuk pada film teletubbies didepanku.
"Adik ini mau dicukur model apa, Pak ?" tanya si kapster ke ayahku.
"Model Crew Cut aja. Kayak tentara. Anak ini paling susah kalau dicukur, jadi dipotong pendek saja", sahut ayah seraya memandangiku.
Si Kapster mengangguk pelan. Guntingnya pun mulai beraksi. Satu demi satu rambutku berguguran.
Sekilas aku sempat ingin meronta, namun godaan menonton teletubbies dan bermain mobil-mobilan lebih menyita perhatianku. Dan akhirnya selesai sudah!. Hanya 20 menit !. Ayah dan ibu tersenyum puas.
"Wuiihh..guanteng banget kayak buaaapakknya, Euyy!!" ayah berseru melihat cukuran crew cut-ku yang nyaris plontos. Ibu hanya tersenyum dan segera menuju kasir untuk membayar biaya potong rambut.
Tak berapa lama kemudian ayah dan ibu mengganti baju serta memberi bedak bayi ke badanku.
"Berapa biayanya ?", bisik ayah ke ibu yang sedang merapikan tas bawaannya.
Ibu segera menyebutkan biayanya. Ayah langsung terkesiap kaget.
"Enak amaat kamu Rizky, Bapakmu dulu waktu kecil cukurnya di-tukang cukur DIPO (dibawah pohon),eh..kamu malah ditempat elite kayak begini, belum lagi biayanya sampai 20 x biaya cukur di DIPO!", kata ayah sambil mengelus kepalaku.
"Itulah rezekinya anakmu. Jangan sirik !.",kata ibu sambil tertawa lepas.
THAT'S MY BOY!!
Ini dia "Preman Cikarang", ayo siapa berani!!
"Jadi laki-laki memang tidak mudah, Nak", kata ayahku sembari mengoleskan minyak gosok ke keningku yang benjol setelah ditonjok pakai gembok besi oleh Faiz tetangga rumah yang seumur denganku. Sore tadi, setelah rebutan mainan, Faiz memukul keningku dengan gembok rumahnya. Keningku memang agak memar namun setelah ayah mengoleskan minyak gosok jadi sedikit berkurang. Sebenarnya tidak terlalu parah, tapi ibu dengan cemas begitu memperhatikan keadaanku.
"Nggak apa-apa koq,"kata ayahku menghibur ibu. "Anak laki-laki memang biasa kalau berantem, kayak bapaknya dulu waktu kecil".
Ayah kemudian mengusap kepalaku pelan sambil menatapku tajam,"Tapi jangan mau kalah dong!". Ibu melotot ke arah ayahku.
"Zaman Rizky sudah berbeda dengan zamanmu dulu !", kata ibu ketus.
Ayah tertawa renyah.
"Ya, tapi itu tidak berarti bahwa dia mesti jadi pecundang dong!", sahut ayahku enteng kemudian meraih handuk lalu menuju ke kamar mandi.
Keesokan harinya, saat bermain bersama Faiz dan ia berusaha merebut mainan mobil-mobilanku, aku segera memukul wajahnya lantas mendorongnya ke tanah. Iapun menangis sejadi-jadinya. Ibu Faiz dan ibuku yang sedang asyik mengobrol terkejut kemudian datang melerai kami berdua. Ibu kemudian merangkulku dan mengajak bersalaman untuk berdamai dengan Faiz. Sore harinya ibu menceritakan hal ini pada ayah. Mau tahu apa tanggapannya ?. "So, that's my Boy!!", serunya lantang sembari mengacungkan jempolnya.